DUMAI - Nyaris tak terdengar. Sejak beberapa tahun terakhir ini, suara-suara kritis yang diharapkan menyoroti berbagai persoalan pembangunan dan kebijakan pemerintah daerah di Kota Dumai seakan tenggelam dimakan zaman.
Pengamat sosial dan pembangunan Kota Dumai Dahril Qutni merasa heran makin melempemnya lembaga kontrol di Kota Dumai. Baik dari berbagai tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya, media, dan bahkan yang terutama sekali dari lembaga wakil rakyat, DPRD Kota Dumai.
"Suara kritis itu sangat diperlukan agar dapat menjadi pengawasan bagi jalannya roda pemerintahan dan pembangunan. Dengan adanya suara bising dari berbagai elemen masyarakat, maka pihak penyelenggara pemerintahan dan pembangunan akan berhati-hati dan takut berbuat macam-macam, yang menyimpang dari ketentuan," ujarnya kepada riautrust.com, kemarin.
Wali Kota Dumai Paisal saat ini dinilainya enak melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan roda pemerintahan dan pembangunan. Pasalnya, Wako Dumai dinilainya seakan berjalan sendiri tanpa hambatan, tanpa kritik yang berarti. Semua kebijakan dan program pembangunan yang dibuat eksekutif di bawah kepemimpinan wako hingga saat ini berjalan mulus, tanpa banyak yang mempersoalkannya. Bahkan, kebijakan wako tanpa melibatkan lembaga DPRD Dumai pun berjalan mulus, tanpa protes dari wakil rakyat.
Menurutnya, lembaga DPRD itu memiliki fungsi controling, budgeting, dan legislasi. Namun, saat ini fungsi kontrol itu tak tampak. Yang terlihat cuma fungsi budgeting dan legislasi. Padahal, sebenarnya dalam melaksanakan fungsi budgeting itu pun melekat fungsi controlling. Anggota dewan yang kritis tentunya tidak asal setuju saja dari rencana anggaran yang diajukan pihak eksekutif.
Selain itu, di Kota Dumai ini banyak proyek gagal. Program pembangunan yang tak berfungsi, tapi masih dianggarkan untuk berbagai perbaikan dan penyediaan fasilitas. Bahkan, juga terdapat proyek bermasalah, yaitu proyek pembangunan yang tidak sesuai bestek dan terkesan asal jadi. Namun, persoalan itu dinilainya sepi dari sorotan.
Mantan Ketua Komisi III DPRD Dumai ini juga menyoroti persoalan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dinilainya potensial. Namun, sumbangan sektor ini pun tak meningkat. Dari tahun ke tahun kisarannya cuma segitu-gitu saja.
"Saat ini kita jarang mendengar DPRD Dumai menggelar rapat dengar pendapat atau hearing dengan mitra kerjanya untuk mempertanyakan program pembangunan yang dilaksanakan atau mempertanyakan tentang PAD di sektor tertentu yang tak meniningkat-ningkat. Atau juga mempertanyakan berbagai kebijakan atau segala persoalan yang terkait dengan kepentingan masyarakat dan daerah. Ada apa?"
Dahril mempertanyakan sembari berharap kedepannya akan muncul suara-suara kritis demi kepentingan masyarakat dan daerah. Dia pun merasa khawatir jika berbagai elemen masyarakat sudah tak peduli dengan berbagai persoalan di daerah ini, maka akan muncul berbagai ketimpangan dalam pelaksanaan roda pemerintahan dan pembangunan. Akhirnya Dumai tidak menjadi kota idaman, tapi malah jadi kota sembrawutan.[yus]
Komentar Anda :